Nyeri merupakan salah satu keluhan umum pasien untuk mencari pertolongan medis ke fasilitas pelayanan kesehatan. Secara global, World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 20% orang dewasa mengalami nyeri kronis dengan peningkatan 10-20% setiap tahunnya menyebabkan beban sosial-ekonomi yang cukup signifikan1. Ironisnya, nyeri merupakan masalah kesehatan yang masih sering terabaikan dengan pengelolaan dan tatalaksana yang seringkali tidak optimal karena sifat nyeri yang subjektif dan personal, berbeda-beda bagi setiap orang yang mengalaminya.
Pada tahun 2020, International Associatian for the Study of Pain (IASP) merevisi definisi nyeri yang dikenal sejak tahun 1979 dengan menambahkan beberapa poin penting dalam etimologi nyeri. Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan yang dapat berhubungan, atau menyerupai adanya kerusakan jaringan yang sedang terjadi (aktual), atau adanya potensi kerusakan jaringan yang mungkin terjadi. Nyeri merupakan pengalaman subjektif yang dipengaruhi faktor biologis, psikologis dan sosial, serta berbagai pengalaman hidup/latar belakang penderitanya. Oleh karena hal-hal tersebut, nyeri tidak selalu hanya terbatas pada aktivitas biologis yang terjadi pada neuron-neuron sensoris, namun jauh lebih kompleks daripada itu.
Pengelolaan nyeri yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya faktor pasien, sistem kesehatan dan profesional kesehatan. Profesional kesehatan di satu sisi, masih menganggap nyeri sebagai suatu gejala dan respon adaptif, alih-alih sebagai suatu penyakit tersendiri, padahal nyeri secara jelas menimbulkan gangguan fungsi pada aspek fisiologis, psikologis dan sosial dari penderitanya.
Di Indonesia sampai dengan saat ini, pengelolaan nyeri secara khusus masih belum menjadi prioritas utama dalam kurikulum pendidikan formal/non-formal profesional kesehatan. Secara formal dalam pendidikan profesional kesehatan, nyeri dengan berbagai kompleksitasnya hanya diberikan sebagai bagian dari pembelajaran berbagai penyakit dengan gejala subjektif nyeri, serta bukan sebagai materi pembelajaran tersendiri. Pengelolaan nyeri bahkan tidak dicantumkan secara eksplisit dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI).
Sehubungan dengan hal tersebut, PRECURSOR (Comprehensive Course in Musculoskeletal Pain Intervention and Regeneration) mengadakan kegiatan Free Pain Intervention Webinar Series yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 23 & 30 Maret 2024.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk bertukar pengalaman dan menambah ilmu dan pengalaman baru perihal pendekatan terkini dan praktek-praktek terbaik , sekaligus membangun kesadaran atas pendekatan2 alternatif yang ramah biaya, terjangkau, dan ramah investasi bagi penyelenggara layanan di berbagai fasilitas kesehatan .
Event ini akan bermanfaat bagi para pelaku layanan kesehatan di rumah sakit (dokter-dokter spesialis) yang termasuk dalam tim tatalaksana nyeri, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/481/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Nyeri.