Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator kesehatan sebuah negara. Menurut WHO, kematian ibu adalah kematian seorang perempuan akibat proses yang berhubungan dengan kehamilan (termasuk kehamilan ektopik, abortus dan abortus mola), persalinan dan masa nifas (kurun waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan), tanpa melihat usia gestasi, yang bukan kematian akibat kecelakaan atau kejadian insidental. Sedangkan kematian bayi didefinisikan sebagai jumlah meninggalnya bayi yang berusia di bawah 1 tahun per 1.000 kelahiran yang terjadi dalam kurun satu tahun. Angka ini kerap digunakan sebagai acuan untuk menilai baik-buruknya kondisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan di suatu negara.
Berdasarkan data Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS 2015) Angka kematian ibu sebanyak 305/100.000 kelahiran hidup, masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu 70/100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menempati posisi kedua di Asia Tenggara, 1 posisi di bawah Laos.
Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan dalam upaya penurunan kematian bayi dalam beberapa dekade terakhir. Pada 1960, Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia adalah 128 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini turun menjadi 68 per 1.000 kelahiran hidup pada 1989, 57 pada 1992 dan 46 pada 1995. Walau terbilang mengalami kemajuan yang signifikan, angka kematian bayi di Indonesia masih menempati posisi yang tinggi dibandingkan negara tetangga, yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand.
Berbagai upaya telah diupayakan untuk menurunkan angka kematian ibu secara global. Salah satu upaya adalah Safe Motherhood Initiative yang diselenggarakan oleh WHO, Bank Dunia, dan United Nations Fund for Population Activities di Nairobi, Kenya pada tahun 1987. Dalam pertemuan tersebut, dikemukakan bahwa dalam mengurangi kematian ibu secara global, maka dibentuk 4 pilar, yaitu keluarga berencana, asuhan antenatal, persalinan bersih dan aman dan pelayanan obstetri esensial.
Masalah kesehatan ibu dan bayi, serta pencegahan penularan penyakit masih menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional bidang kesehatan. Sebagaimana tercantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dari hasil SUPAS 2015 menyebutkan AKI 305/100.000 kelahiran hidup (KH), Hasil LF SP 2020 AKI
189/100.000 kelahiran hidup dan target RPJMN 2024 sebesar 183/100.000
Kelahiran Hidup. Angka Kematian Neonatal (AKN) masih tinggi di Indonesia. Hasil SDKI 2017 menyebutkan AKN adalah 15/1.000 KH dengan target 2024 adalah 10 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi (AKB) pada SP 2010 26/1.000 KH dan AKB pada LF SP 2020 16,85/1000 KH dengan target 2024 adalah 16/1000 KH. Sedangkan target 2030 secara global untuk AKI adalah 70/1000 KH, AKB mencapai
12/1.000 KH dan AKN 7/1.000 KH.
Strategi pencapaian penurunan AKI dan AKB adalah melalui peningkatan akses pelayanan, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, peningkatan pemberdayaan masyarakat dan penguatan tata kelola, dengan salah satu upaya terobosan adalah dengan penetapan kabupaten/kota lokus penurunan AKI dan AKB yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan, dan akan dilaksanakan secara bertahap.
Sebagai salah satu intervensi adalah pentingnya peningkatan kapasitas dokter dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi.
Oleh karena itu perlu dilakukan suatu peningkatan kapasitas dokter dalam pelayanan ibu hamil melalui kegiatan Pelatihan Pelayanan ANC dan Penggunaan USG Dasar Obstetri Terbatas Melalui Blended Learning agar pelatihan lebih efektif dan efisien.